Teliti Kunci Sukses Pariwisata Banyuwangi, Wartawan Ini Raih Gelar Doktor Ilmu Manajemen Unair

Teliti pariwisata Banyuwangi, wartawan Arief Rahman raih gelar doktor dari Unair
Dr. Arief Rahman (kiri) bersama Abdullah Azwar Anas (kanan)
(via Lensaindonesia.com)


Meneliti kunci sukses pengembangan pariwisata Banyuwangi, ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Timur, Arief Rahman berhasil raih gelar Doktor Ilmu Manajemen dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Dalam disertasi yang diberi judul “Model Kolaborasi Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan: Studi Kasus Kabupaten Banyuwangi”, Arief Rahman berhasil mempresentasikan hasil penelitiannya di hadapan 9 orang penyanggah melalui zoom meeting.

“Saya merasa sangat lega akhirnya dapat menyelesaikan studi di Unair, karena cukup lama juga, sekitar 7 tahun,” katanya kepada lensaindonesia.com di Surabaya,  Jumat (25/02/2022).

Arief Rahman memiliki latar belakang sebagai seorang wartawan dan kini menjabat sebagai Direktur Utama PT. Lensa Indonesia Global Media tak memiliki banyak waktu luang untuk menuntut ilmu. Meski begitu, ia bisa mengatur kesibukannya sehingga berhasil memenuhi harapan orangtuanya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya.

Berkat keberhasilan penelitiannya, Arief Rahman dinobatkan menjadi Doktor ke-43 dari Program Doktor Ilmu Manajemen Unair Surabaya.

Kabupaten Banyuwangi menjadi dipilih Arief Rahman sebagai objek penelitiannya, karena Bumi Blambangan tersebut sukses menjadi daerah wisata sejak dipimpin Bupati Abdullah Azwar Anas.

Menurut Arief, potensi wisata daerah sukses diangkat oleh Pemkab Banyuwangi. Sehingga, kunjungan wisatawan yang rata-rata 500.000 orang per tahun pada 2010-2011, bisa melonjak secara singnifikan di tahun-tahun selanjutnya.

“Pada tahun 2018 sudah mencapai 5,2 juta wisatawan. Bahkan tahun 2019 sebelum pandemi itu tercatat sebanyak 5,7 juta wisatawan domestik. Begitu juga wisatawan mancanegara, yang awalnya hanya 12 ribu orang pada tahun 2010-2011 itu, di tahun 2018 sudah naik menjadi 127 ribu orang. Jadi kenaikannya sangat signifikan, luar biasa,” ungkapnya.

Selain itu, Banyuwangi dianggap sebagai daerah yang menjadi percontohan nasional karena selain kinerja kepariwisataannya juga kepemerintahannya atau governance itu termasuk yang mendapatkan banyak penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri. 

Salah satunya soal Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang mendapat nilai A selama empat tahun berturut-turut, yakni di tahun 2016, 2017, 2018 dan 2019.

Padahal, kata Arief, Kabupaten Banyuwangi pada pemerintahan sebelumnya mendapat predikat salah satu daerah termiskin di Jawa Timur, dengan tingkat kemiskinannya 20,5%. Namun, pada tahun 2018, Pemda Banyuwangi berhasil menekan sampai 7,5% tingkat kemiskinan.

“Ini berarti, lompatannya luar biasa. Karena itulah, penelitian di Banyuwangi merupakan penelitian yang strategis dan penting untuk melihat apa yang dilakukan dan terjadi di sana. Utamanya, memang fokus penelitian saya adalah pada bagaimana pemerintah Kabupaten Banyuwangi bisa menggerakkan seluruh stakeholder, seluruh pemangku kepentingan. Baik itu di internal pemerintah maupun eksternal,” terangnya.

Pria kelahiran Magetan ini menyampaikan, bahwa disertasi tersebut juga untuk mendalami Pemkab Banyuwangi dalam menggerakan stakeholder yang ada di luar pemerintahan.

Termasuk dalam mengajak masyarakat, pengusaha dari sektor pariwisata maupun pengusaha yang tidak berhubungan langsung dengan pariwisata.

“Misalnya ada BUMN, BUMD di sana, terus ada perusahaan PT Bumi Suksesindo (BSI) yang punya tambang emas di Banyuwangi juga ikut berpartisipasi, itu bagaimana mereka bisa menggerakkan kolaborasi itu,” jelas Arief.

“Nah dalam penelitian ini, saya menyebut konsepnya kolaboraksi (Kolaborasi berbasis aksi). Di Banyuwangi saya menemukan itu. Jadi ada kolaborasi berbasis aksi,” tambahnya.

Anggota Dewan Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Provinsi Jawa Timur ini menyampaikan,  dirinya menemukan 3 platform kolaborasi di Banyuwangi yang menjadi kunci semua stakeholder bisa bergerak, yaitu Atraksi (attractions), Apresiasi (appreciations) dan Inovasi (innovations).

Pada unsur atraksi, jelas dia, Pemkab Banyuwangi menciptakan banyak event festival dalam tiap tahunnya. Di awal kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas, menciptakan kurang dari 50 event.

Namun, pada tahun 2018, sudah mencapai 99 event. Kemudian di tahun 2019, sebelum pandemi COVID-19 menggelar 120 event. Sayangnya di tahun 2020 terkendala pandemi, sehingga banyak event tidak terlaksana sesuai jadwal.

Menurut Arief, atraksi bukan hanya menghadirkan banyak wisatawan dan membuat Banyuwangi terkenal, tapi di sisi lain juga bisa mengikis ego sektoral organisasi perangkat daerah (OPD) sehingga bisa bersatu padu.

“Karena itu, (Pemkab Banyuwangi) membuat atraksi salah satunya untuk membuat antar OPD bisa terkoneksi, dan komunikasi lintas sektoral itu mengikis ego masing-masing. Karena memang yang menjadi EO (event organizer) atau panitianya itu, dari unsur OPD atau ASN,” ungkapnya.

Lalu pada aksi Apresiasi, kata Arief, menjadi unsur penting selanjutnya. Dalam aksi apresiasi ini, Pemkab Banyuwangi memberikan perhatian tunjangan kepada sumber daya manusia (SDM). Hal ini kemudian menjadikan Pemkab Banyuwangi berada di tingkat ketiga se-Indonesia dalam memberikan tunjangan kepada ASN, setelah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Surabaya. Padahal, APBD Pemkab Banyuwangi berada jauh di bawah Kota Surabaya dan Provinsi DKI Jakarta. Sehingga, status ini menempatkan Kabupaten Banyuwangi berada di peringkat teratas pada kategori Kabupaten se-Indonesia.

“Pemkab Banyuwangi itu bisa memberikan Tunjangan TPP, atau Tunjangan Tambahan Penghasilan Pegawai itu sangat tinggi. Apalagi Kepala Dinas itu bisa lebih dari Rp 20 juta, dan Camat bisa Rp 13 juta,” sebutnya.

Sehingga, dengan tunjangan sebesar itu, ASN di Banyuwangi mampu memberikan ide dalam pembuatan event pada tiap pekannya.

“Itu (tunjangan) menjadikan mereka merasa bahwa ini worth it atau setimpal. Dan merasa sesuai dengan penghasilan mereka, jadi itu yang membuat semangat mereka (ASN) tinggi,” jelas Arief.

Kemudian pada konsep Inovasi, Pemkab Banyuwangi meminta inovasi-inovasi baru untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya dengan menciptakan Mall Pelayanan Publik. Banyuwangi menjadi daerah pertama dalam kategori Kabupaten yang berinovasi membuat Mall Pelayanan Publik.

Pemkab Banyuwangi juga berinovasi dengan berkerjasama dengan Gojek untuk menjadi tansportasi layanan antar obat-obatan. Sehingga masyarakat tak perlu menunggu di Puskesmas atau apotek untuk menebus obat.

Ia juga mencontohkan, Pemkab Banyuwangi bekerjasama dengan PT Pegadaian untuk mengubah sampah di tempat wisata menjadi emas.

“Nah, itu inovasi-inovasi dari berbagai dinas. Dan itu didorong terus oleh Pemkab Banyuwangi. Sehingga inovasi ini akhirnya membuat masyarakat mempunyai persepsi yang kuat, bahwa pemerintah itu hadir di Banyuwangi, pemerintah itu bekerja sehingga membentuk kepercayaan atau trust,” tegasnya.

Dengan bekal kepercayaan publik, Pemkab Banyuwangi bisa menekan kemiskinan, yang berdampak pula pada pendapatan per kapita Kabupaten. 

“Jadi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) juga naik, kemiskinan turun. Masyarakat merasakan manfaat pembangunan sektor pariwisata,” jelasnya.

“Itulah 3 kunci dilakukan pemerintah kabupaten Banyuwangi, khususnya pada era kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas. Karena memang penggerak utama, poros utama yang menggerakkan kolaborasi di antara pemangku kepentingan atau stakeholder di Banyuwangi itu memang Bupati. Jadi figur pemimpin di sana kemudian juga kepemimpinan atau leadership itu yang sangat kuat. Sehingga 10 tahun terakhir ini bisa mengharmoniskan hubungan dewan kemudian ASN juga bisa bekerja keras seperti itu, sampai optimal. Karena memang ada figur Pak Anas itu memang luar biasa,” pungkas Arief.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online
Adbox

@templatesyard